Selasa, 20 Desember 2016

Bangkit Dengan Jati Diri Sendiri

Benarkah Kita Ingin Seperti Mereka...??


 Ah, orang Indonesia memang pemalas. coba lihat di jam kerja seperti ini banyak pegawai yang hanya duduk-duduk saja mengobrol dengan teman sebelahnya. Herannya lagi, hal seperti ini berlangsung setiap saat dari pagi hingga pagi lagi.

kitata yang dalam bekerjapun idak maksimal. kerja hanya setengah-setengah yang penting selesai. Etos kerja yang sangat rendah. Datang terlambat, istirahat molor, pulang duluan. Di kantorpun tak tahu apa yang dikerjakan. Bekerja dengan sangat cepat bagai kura-kura. Bekerja segan, nganggur pun tak mau. meremehkan pekerjaan kita, dan meremehkan masalah yang ada. Terlambat menjadi nama julukan yang telah meresap ke sendi-sendi.

Kerja bagi kita hanya berbatas pad uang, bukan ambisi atau cita-cita. Tak ada kah semangat dari dalam diri kita untuk bekerja sepenuh hati mengorbankan, jiwa, raga, harta, dan waktu demi pekerjaan kita?

Pelajar dan mahasiswa pun sama saja. kita di kelas yang sibuk bermain Hp dan tidak memperhatikan apa yang dijelaskan. kita yang belajar hanya semalam sebelum ujian dan karena ujian, bukan karena mereka ingin tahu. kita yang mencari angka-angka dalam selembar kertas dan bukan pengetahuan. Kita yang rela membolos untuk urusan kita di luar ementara tidak rela masuk untuk menuntut ilmu.

Begitu pula kita yang mengerjakan tugas sehari sebelum dikumpulkan. Tidak ada keinginan dan ketertarikan sama sekali dalam diri mereka. Tugas adalah beban. Itu saja. Dan hasil dari pendidikan semacam ini ya pegawai semacam itu.

Hukum pun dianggap sebagai sebuah formalitas dan bukan kesepakatan bersama demi kebaikan bersama.. Kita memakai helm karena takut kena tilang. Menerobos lampu merah pun tak apa asal jalanan sepi. Polisi pun menilang berdasar tanggal di kalender.

Tata tertib dianggap sebagai banyolan. Hukum ada untuk dilanggar menjadi slogan dimana-mana bahkan dikalangan aparat hukum. bahkan kalangan pelajar pun menjadi golongan anti-sistem.

Andai orang Indonesia itu memiliki totalitas dalam bekerja dan belajar, tentu negara ini tidak akan jauh berbea dari negara-negara Barat dan Amerika. Ah coba kita seperti mereka.

Benarkah kita ingin seperti mereka?

Coba kita lihat. Mereka bekerja keras, dari pagi hingga malam penuh totalitas. Lalu siapa yang mengurus anak-anak mereka jika pagi hingga malam mereka bekerja? Lalu untuk apa suami istri tinggal serumah jika tidak pernah bertemu? Lalu untuk apa keluarga?

Mereka membangun rumah-rumah indah untuk pembantu mereka. Mereka melahirkan putra-putri mereka untuk diasuh oleh sekolah. Itu bisa saja sebenarnya, tapi apakah kita memang ingin demikian?

Mereka bekerja sangat keras. Belajar dengan penuh pengorbanan. Mentaati ayuran dengan kaku. Setress menjadi makanan sehari-hari mereka. Masalah menyebabkan mereka bunuh diri. Dan hari libur mereka habiskan untuk mabuk-mabukan melepas segala masalah yang hinggap dikepala mereka. Mereka yang menjalani hidup seperti dikejar setan. Hidup mereka dihabsikan untuk masalah-maslah yang mereka besar-besarkan sendiri. Sedangkan kita melihat masalah hanya sebagai lalat terbang diantara indahnya pemandangan alam dengan usus yang panjang. Benarkah kita ingin seperi mereka itu?

Meyer Friedman berkata bahwa mereka orang tipe A, kita tipe B. Merka hidup untuk bekerja. Kita hidup untuk menikmatinya. Lalu kamu hidup untuk apa? Jadi orang pragmatis emang lebih enak dari pada jadi orang perfeksionis.

Di Balik Catatan

Berawal dari obrolan saya dan teman-teman ketika mengerjakan tugas tentang Indonesia ini nantinya jadi seperti apa. Salah seorang teman saya pernah berkata bahwa di masa depan, orang-orang di dunia ini akan menjadi seperti orang Amerika semua.

Mungkin benar juga. Lihat saja, seringkali kita berusaha meniru sifat kerja keras mereka dan hampir segala tingkah lakunya. Aneh juga, padahal konon katanya kita membenci mereka namun kita meniru mereka.

Terlepas dari itu semua saya salut pada etos dan semangat mereka dalam bekerja yang saya rasa bangsa kita telah jauh tertinggal. Namun hanya saja saya percaya bahwa segala sesuatu memiliki sisi baik buruk.

Mungkin orang Indonesia kurang piawai dalam bekerja, namun saya yakin kita memiliki sesuatu yang tidak mereka miliki. Teringat cerita dosen saya dalam kuliah antropologi bagaimana temannya yang notabene adalah orang asing, ia tidak habis pikir melihat dosen saya tersebut santai melihat kaki anaknya yang diperban karena terkilir sewaktu bermain futsal.

Saya pikir orang asing memang perfeksionis dalam bekerja, namun karena sifat mereka itulah mereka jadi mudah stress. Lalu saya dan tman-teman saya berandai-andai bagaimana jika orang Indonesia nantnya seperti itu semua.

Tidak mau, ah. Nanti kita tidak bisa santai-santai gini waktu ngerjain tugas dan hidup tidak lagi menjadi indah. Hehe...




                                                                                                               Khusni Mustaqim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar